Rabu, 03 November 2010

ETIKA DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

ETIKA DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Pendahuluan

Dewasa ini administrasi publik menghadapi tantangan yang cukup pelik sebagai akibat dari adanya tuntutan masyarakat yang semakin beragam, sementara itu sumber daya yang dimiliki sangat terbatas baik dalam jumlah maupun kualitasnya. Oleh sebab itu administrasi publik dituntut untuk mampu menjawab berbagai tantangan dari persoalan-persoalan yang ada dengan menempuh beragam cara yang dapat dilakukannya.

Salah satu cara yang dapat ditempuh guna menjawab tantangan itu adalah dengan melakukan reformasi administrasi publik. Reformasi administrasi publik dilakukan pada berbagai aspek yang melingkupinya. Salah satu aspek yang penting diperhatikan dalam proses reformasi administrasi publik adalah aspek etika dalam menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat atau yang lebih dikenal sebagai etika dalam pelayanan publik.

Etika dalam pelayanan publik bagi aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah sering kurang tersentuh dalam kajian-kajian bidang administrasi publik yang dilakukan selama ini, padahal kinerja pelayanan publik sangat ditentukan oleh etika para aparatur yang melaksanakan pelayanan tersebut. Bila aparatur pemerintah memahami dan menerapkan etika dalam memberikan pelayanan secara benar maka kinerja pelayanan diharapkan akan meningkat dan memenuhi keinginan masyarakat yang dilayani. Sebaliknya, apabila etika tersebut tidak dipahami dan dilaksanakan secara benar maka kinerja pelayanan menjadi buruk dan akan timbul banyak komplain dari masyarakat yang dilayani.

Realitas di lapangan menunjukkan bahwa kinerja pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur pemerintah pusat dan daerah kepada masyarakat belum berakar pada norma-norma etika yang benar. Fenomena lain yang terlihat di lapangan menunjukkan bahwa pola pelayanan aparat pemerintah cenderung sentralistik dan didominasi pendekatan kekuasaan, sehingga kurang peka terhadap perkembangan ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat, yang seharusnya terbuka, profesional dan akuntabel. Implikasi dari ketidakhadiran (absence) etika dalam pelayanan publik yang paling dirasakan masyarakat adalah perilaku aparatur yang diskriminatif dan tidak efisien.

Berdasarkan uraian pada latar belakang mengenai kondisi kinerja pelayanan publik di pusat dan daerah maka dapat dirumuskan permasalahan yang dibahas adalah: Bagaimanakah implementasi etika dalam penyelenggaraan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah di pusat dan di daerah saat ini?

Implementasi etika dalam penyelenggaraan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah di pusat dan di daerah saat ini.

Uraian mengenai etika dalam penyelenggaraan pelayanan publik dalam tulisan ini membahas: (1) Faktor yang mempengaruhi implementasi etika dalam pelayanan publik di Indonesia saat ini, dan (2) Kondisi implementasi etika dalam pelayanan publik di Pusat dan di Daerah.

Faktor yang mempengaruhi Implementasi Etika dalam Pelayanan Publik di Indonesia Saat Ini

Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi etika dalam pelayanan publik pada instansi-instansi pemerintah di Indonesia menurut penulis dapat diidentifikasi sebagai berikut:

Pertama, dalam praktek penyelenggaraan pelayanan publik di instansi-instansi pemerintah khususnya yang menyelenggarakan pelayanan secara langsung kepada masyarakat baik individu maupun badan, petugas-petugas pemberi pelayanan memiliki dua sikap yang berbeda, yaitu sikap yang absolutis dan sikap yang realitis.

Kedua, Sikap absolutis muncul berkaitan dengan keyakinan petugas yang bersangkutan bahwa dalam pelayanan publik dikenal norma-norma yang bersifat

Absolute yang cenderung diterima semua tempat dan bersifat universal (universal rules). Petugas yang memiliki sikap seperti ini akan melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya berdasarkan nilai-nilai yang diyakininya baik dan bersifat umum. Petugas yang termasuk kelompok ini adalah petugas yang memiliki keyakinan profesi, keyakinan agama dan nilai-nilai kemanusiaan yang kuat. Petugas yang memiliki sikap absolutis ini akan bersikap tegas dan cenderung kaku (tidak memiliki toleransi terhadap penyimpangan terhadap prosedur yang berlaku dan menyalahi nilai-nilai universal yang diyakininya). Sikap realistis muncul pada petugas yang memiliki keyakinan yang berbeda dengan keyakinan absolutis. Mereka beranggapan bahwa kebenaran itu bersifat relatif sesuai dengan kondisi yang ada. Dengan kata lain bahwa kebenaran itu memiliki konsekuensi yang baik berdasarkan kenyataan lapangan. Petugas yang memiliki keyakinan seperti ini beranggapan bahwa norma yang bersifat universal itu belum tentu baik apabila tidak sesuai dengan kondisi yang ada. Dengan demikian akan terjadi kecenderungan untuk mengambil keputusan yang dianggapnya benar pada saat melaksanakan tugasnya sesuai dengan kondisi yang ada akan lebih sering terjadi. Hal inilah yang membuka celah terjadinya ”kerjasama” yang menguntungkan dengan ”penerima layanan” apabila petugas tidak memperhatikan aturan main yang berlaku.

Ketiga, belum ada kebenaran yang hakiki terhadap etika dalam penyelenggaraan pelayanan publik baik bagi petugas pemberi layanan maupun masyarakat sebagai penerima layanan. Kebenaran dalam beretika dalam penyelenggaraan pelayanan publik masih dipengaruhi sikap yang

didasarkan pada keyakinan pemberi pelayanan terhadap etika pelayanan publik dan keyakinan masyarakat penerima layanan publik. Kondisi ini dapat diketahui dari kenyataan di lapangan bahwa ”kebenaran dalam beretika” tergantung dari kepentingan petugas dan kepentingan individu masyarakat penerima layanan. Apabila kedua kepentingan terakomodasi dalam proses pelayanan maka pelayanan tersebut dianggap telah memenuhi ”kebenaran etika”. Padahal dapat saja ”kebenaran dalam beretika” tersebut melanggar rasa keadilan terhadap anggota masyarakat yang lain atau bahkan masyarakat penerima layanan secara umum. Kondisi ini muncul karena pelanggaran ”etika” hanya memiliki sanksi sosial saja yang sering kali tidak efektif untuk mengubah tingkah laku melanggar dari petugas pemberi layanan ataupun masyarakat penerima layanan.

Kondisi Implementasi Etika dalam Pelayanan Publik di Pusat dan di Daerah

Dengan bertitik tolak pada faktor yang mempengaruhi implementasi etika dalam penyelenggaraan pelayanan publik maka dapat dirumuskan analisis kondisi implementasi etika dalam pelayanan publik di pusat dan di daerah adalah sebagai berikut:

Pertama, dalam penyelenggaraan pelayanan publik masih belum didukung dengan kode etik profesi yang memadai. Penyelenggaraan pelayanan publik mencakup berbagai profesi sesuai dengan jenis pelayanan, misalnya pelayanan di bidang kesehatan menyangkut profesi dokter dan profesi perawat (tenaga medis), profesi apoteker, dan profesi lainnya. Berdasarkan pengamatan hasil telaah literatur dan pengamatan lapangan diketahui bahwa masih terbatasnya kode etik profesi yang dimiliki oleh petugas yang melaksanakan pelayanan publik atau dengan kata lain masih banyak profesi yang belum memiliki kode etik dan hanya beberapa profesi yang memiliki kode etik seperti dokter, akuntan, pengacara. Meskipun secara umum para petugas penyelenggara pelayanan publik sebagai pegawai negeri telah memiliki kode etik pegawai negeri. Kode etik pegawai negeri memiliki sifat yang umum (general) sehingga belum dapat dijadikan acuan bagi petugas penyelenggara pelayanan yang memiliki profesi yang khusus (khas) yang bersifat teknis. Oleh sebab itu kode etik pegawai negeri perlu didukung dengan kode etik profesi. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa narasumber di lokasi penelitian menekankan pentingnya kode etik profesi dalam rangka mendukung penyelenggaraan pelayanan publik. Misalnya nara sumber dari Sulawesi Tengah menyatakan bahwa perlu memberikan memberikan ”bekal etika” (etika profesi) bagi para petugas yang melaksanakan pelayanan publik disamping aturan teknis dalam penyelenggaraan tugas pelayanan yang menjadi tanggung jawabnya. Tak jauh berbeda nara sumber dari Papua menyatakan bahwa kondisi yang ada saat ini adalah PNS belum memiliki code of conduct dan tak diikuti dengan glorifikasi (keakuan) atau sejenis dengan otoriter dalam demokrasi. Aparat terhanyut dalam ”the shadow of system” (kekuatan sistem bayangan) yang mengikis budaya positif yang dimiliki aparatur yang bersangkutan. Hal senada dikemukakan nara sumber dari Gorontalo yang menyatakan bahwa berkaitan dengan etika, di Indonesia, baik di pusat maupun di daerah tidak ada atau kurangnya kode etik yang menjadi dasar birokrasi/aparatur untuk bekerja dalam rangka pelayanan pada masyarakat....etika yang perlu diterapkan dalam berorganisasi adalah etika individu, etika organisasi dan etika profesi. Etika individu menentukan baik atau buruk perilaku orang perorangan dalam hubungannya dengan orang lain. Etika organisasi berfungsi menetapkan parameter dan merinci kewajiban-kewajiban organisasi itu sendiri serta menggariskan konteks tempat keputusan-keputusan etika perorangan itu dibentuk. Etika organisasi sebagai aturan yang dicerminkan dalam struktur organisasi dan fungsi-fungsi serta prosedur, termasuk di dalamnya sistem insentif , disinsentif dan sanksi-sanksi berdasarkan aturan. Etika profesional berlaku dalam suatu kerangka yang diterima oleh semua yang secara hukum atau secara moral mengikat mereka dalam kelompok profesi yang bersangkutan. Ketiga macam etika tersebut idealnya dapat diikuti, dipatuhi dan dijadikan pedoman, pegangan, referensi seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang lain dalam organisasi, menjalankan tugas/profesinya. Sementara itu terkait dengan etika profesi, ada beberapa kalangan yang masih memiliki sikap yang menyakini bahwa meskipun belum ada kode etik petugas penyelenggara pelayanan publik (kode etik profesi) tetapi pelayanan publik masih dapat dilaksanakan dengan rambu-rambu nilai-nilai agama dan nilai-nilai Pancasila. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ketidakadaan kode etik menciptakan peluang bagi petugas untuk mengabaikan etika pelayanan publik atau dengan kata lain tidak ada alat kontrol perilaku petugas penyelenggara pelayanan publik. Kisah yang menarik mengenai pentingnya kode etik profesi terjadi di Sulawesi Tengah tepatnya di Kabupaten Morowali dan Kabupaten Parigimoto. Kabupaten Morowali ini dipimpin oleh seorang Bupati yang (dianggap) tidak memiliki kemapuan. Waktunya sebagian besar dihabiskan di Jakarta, keberadaan di kantor hanya 3 hari dalam seminggu pada jam 6 subuh dan jam 6 sore. Dengan kondisi ini maka pelayanan publik menjadi “lumpuh”. Disamping itu Bupati tidak memiliki hubungan baik sebagai Wakil Bupati yang merupakan wakilnya bila dia berhalangan. Kondisi ini ditengarai merupakan hasil dari proses rekrutmen dari sistem yang tidak baik (garbage in garbage out). Kondisi yang terjadi di Morowali bertentangan dengan kondisi yang terjadi di Kabupaten Parigimoto. Di Kabupaten ini memiliki Bupati yang dianggap memiliki kemampuan. Sebagai ilustrasi Bupati memberikan kemudahan akses kepada nelayan dalam berhubungan dengan Bank, karena apabila nelayan langsung berhubungan dengan pihak Perbankan akan mengalami kesulitan. Kisah di atas menunjukkan bahwa dengan ketidakadaan kode etik profesi sebagai seorang Bupati (penyelenggara pelayanan publik) maka Bupati bisa berperilaku semaunya sendiri tanpa mempedulikan tugasnya kepada masyarakat seperti yang terjadi di Kabupaten Morowali, ataupun sebaliknya Bupati dapat berbuat banyak untuk kepentingan masyarakatnya seperti yang terjadi di Kabupaten Parigimoto.

Penutup

Setelah secara runut kita mengikuti pembahasan mengenai Implementasi Etika dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Indonesia dapat disimpulkan bahwa:

Pertama, penyelenggaraan pelayanan publik baik di pusat maupun di daerah masih belum menerapkan nilai-nilai etika disebabkan adanya pemahaman yang beragam, tidak didukung kebijakan yang memadai, bertentangan dengan nilai budaya lokal, dan bersifat tidak mengikat.

Kedua, Belum ada strategi implementasi yang baku dan memadai dalam pengembangan etika pelayanan publik sehingga etika pelayanan publik yang ada belum mendukung peningkatan kinerja aparatur di pusat dan di daerah. Berdasarkan pembahasan mengenai Implementasi Etika dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Indonesia dapat dirumuskan rerkomendasi yang sekiranya dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan bagi pengambil kebijakan khususnya dalam menentukan kebijakan implementasi etika dalam pelayanan publik.

Saran :

Pertama, pemerintah perlu menetapkan kebijakan mengenai etika pelayanan publik secara terintegrasi dan lebih operasional yang mampu menciptakan kesepahaman dari aparatur pemerintah pusat dan daerah mengenai bentuk kebijakan etika pelayanan publik serta berlaku bagi aparat yang langsung berhubungan dengan masyarakat dan tidak berlaku bagi aparat yang tidak langsung berhubungan dengan masyarakat.


Sumber :Istyadi Insani dan Tintin Sri Murtinah

http://www.docstoc.com/docs/4825555/Implementasi-Etika-dalam-Penyelenggaraan-Pelayanan-Publik-di-Indonesia

Selasa, 25 Mei 2010

Life Style atau Gaya Hidup The Jakmania

Life Style atau Gaya Hidup The Jakmania.
Itulah kata yang saya kumandangkan ketika disuruh orasi dalam rangka pemilihan Ketua Umum the Jakmania periode 2001-2003. saya pingin atribut dan merchandise Persija dan the Jakmania jadi pilihan masyarakat Jakarta untuk dipakai berpergian kemanapun, acara apapun, dan kegiatan yang kaya gimanapun.
Saya pingin atribut oren sering dipakai semua orang ketika dia lari pagi, mau pergi berenang, jalan-jalan ke mall, berkunjung ke rumah pacar, kerja, sekolah, kuliah, dll. Atribut itukan bisa kaos, topi, pin, jaket, baju, gelang, sepatu, sendal, stiker, kupluk, jas ujan, dan masih banyak lagi.
Setelah saya terpilih, saya langsung mencoba untuk mewujudinnya kata-kata saya itu dengan rajin bikin kaos-kaos Persija dan the Jakmania.
Waktu itu memang belum banyak yang bikin, paling-paling pedagang kaki lima yang asalnya justru dari Jawa Barat.

Dan saat ketika saya pergi ke Bekasi kemaren tanggal 19 mei 2009, saya liat fenomena itu bener-bener sudah terwujud, bahkan lebih Banyak sekali saya liat sekelompok bocah-bocah kecil (usia 15 tahun kebawah) jalan kaki dengan menggunakan seragam oren bertuliskan Persija atau the Jakmania.
Komeng, Korwil Bekasi juga bilang ke saya, kalau di Bekasi budayanya memang seperti itu.
Dan Saya benar-benar liat dengan mata kepala sendiri kalau kelompok-kelompok bocah kecil itu nggak cuma sekali, tapi banyak kelompok dan tersebar hampir diseluruh kota dan kabupaten Bekasi.
ini sangat Luar biasa sekali. Padahal Bekasi itu Jawa Barat, tetapi warganya sangat mendukung Persija Jakarta.

Sejak itu saya bangga dengan fenomena ini.
Ketika Komeng cerita kalau kelompok bocah itu juga tidak jarang berbenturan dengan kelompok yang merupakan pendukung dari klub lain, saya jadi kaget dan berpikir...!!!
sebetulnya mereka pakai kaos itu untuk jalan-jalan keliling beramai-ramai,apa untuk tujuan lain? Bangga sebagai pendukung Persija,
atau karena ingin perang dengan kelompok lain?

Pikiran saya jadi melayang ke Senayan.
Setiap pertandingan Persija, banyak sekali rombongan yang nggak msuk ke dalem. Mereka cuma nongkrong2 di depan. Entah nunggu jebolan, atau emang ga niat nonton. Ga sedikit di antara mereka yg maen kartu (entah judi atau enggak), ada yg cuma nyanyi2 di atas bis, ada yg jalan2 keliling nyari kaos, ada yg pacaran, ada yg nyari jodoh, ah pokoknya macem2 lah. Kalo dipikir ngapain mereka jauh2 dateng kalo cuman gitu doang? Banyak diantara mereka yg dateng jauh2 dari kediamannya, dan ga sedikit yg dateng dengan melewati wilayah2 konflik sehingga harus turun dulu dari bis tuk tawuran. TAWURAN... ya kata itu yg jadi momok di setiap pertandingan Persija. Entah itu perkelahian dengan musuh, lawan masyarakat setempat, atau bahkan sesama orang oren. Kalo begini, gw jadi bertanya....SEBETULNYA GAYA HIDUP APA YG SEKARANG MELANDA KITA? Gaya Hidup dengan atribut oren yg gw sebut di atas, atau gaya hidup tawuran?????

Sedikit banyak ada rasa bersalah dalam diri gw. Kenapa ya dulu gw kumandangkan kata PERSIJA SAMPE MATI. Padahal sejarah kata2 itu keluar ketika gw diwawancara oleh salah satu media cetak, dan juga sempat direkam oleh Andi Bachtiar Yusuf yang kemudian dijadikan salah satu bagian dari film pertamanya yg berjudul THE JAK. Gw ditanya ... sampe kapan sih dukung Persija? Ya gw jawab... sampe mati. Kata2 ini yg jadi judul artikel di majalah MTV Trax yang wawancara gw. Majalahnya sendiri juga masih gw simpen ampe sekarang.

Tapi sayang, gw liat kata2 itu salah diartikan oleh mayoritas Persija Lovers sekarang. Mereka mengartikan dengan rela berkorban nyawa dengan bertempur lawan siapapun yg menghadang. Mereka sepertinya bangga kalo dateng ke Senayan dengan bertempur dulu. Mereka makin bangga kalo ada korban yg jatuh di kedua belah pihak. Mereka bangga dan cerita terus di Senayan hingga lupa masuk ke dalam stadion. Mereka lebih bangga pada diri mereka yg begitu militan daripada bangga melihat Persija bertanding. Ah, miris gw......

Wahai the Jakers sebangsa dan setanah air..... Urusan nyawa adalah tanggung jawab kita pada ALLAH. Kita semua dikasi jasad yg begitu sempurna. Kita dllengkapi dengan anggota tubuh yg memudahkan kita tuk menjalani hidup ini. Lalu apa tanggung jawab kita ketika nyawa meninggalkan jasadnya? Apa kita cuma akan bilang... ya ALLAH... aku kembali padamu karena aku berperang melawan manusia ciptaanmu juga. Banyak rekan yg mendahului kita. Tapi apa kita tau? Apa sebenarnya yg diinginkan mereka yg sudah mati? Balas dendam? Hutang nyawa bayar nyawa? Kita tidak akan pernah tau!!! Tapi kita juga jangan SOK TAU!!!

Sekarang tergantung pada kita semua. Bagaimana kita menghormati pengorbanan rekan2 kita. Bagaimana kita menghargai dan menarik hikmah dari pengalamannya. Bagaimana kita menempatkan kematian mereka sebagai sumber inspirasi kita untuk memperbaiki cara2 kita dalam memberikan dukungan pada PERSIJA. Ingat!!! BERANI BUKAN BERARTI MENANTANG!


(Tulisan ini saya buat sebagai rasa hormat saya yg sebesarnya pada Ucok the Jak CIkarang, Fathul Mulyadi the Jak Ragunan dan masih banyak lagi sodare-sodare yang sudah mendahului kite)


sumber :
Bung Ferry &
JAKMANIA CONDET_CILILITAN (J.C.C)

Gambaran Lalu Lintas

Lalu lintas kelapa-dua, Depok


Seperti diketahui bahwa jalan raya akses ui kepala dua depok itu adalah salah satu jalan utama yang menghubungkan antara kota Jakarta dengan pusat perkotaan depok yang sering di gunakan oleh masyarakat sekitar kelapa dua depok maupun masyarakat luar depok. kemudian di tengah – tengah jalan tersebut tedapat 3 gedung kampus yaitu gedung kampus H, E dan G milik universitas gunadarma.
ketiga gedung kampus tersebut sangat berpengaruh atas kondisi jalan raya akses ui tersebut di karenakan universitas gunadarma mempunyai kurang lebih 1000 mahasiswa. yang setiap harinya datang ke kampus untuk menimba ilmu. Coba bayangkan, seberapa padatnya kondisi jalan raya akses ui pada hari – hari pada saat mereka kuliah. Kemudian kondisi di perparah oleh tingkah laku angkutan – angkutan umum yang sering berhenti sembarangan mencari penumpang di depan area pintu masuk kampus ketika jam makan siang dan menjelang sore.

Pasti anda sudah bisa membayangkan, seberapa padatnya kondisi jalan raya pada saat itu dan itu pun berlangsung secara terus – menerus.
Lalu sepertinya tidak ada tindakan – tindakan dari pemerintah kota ( PEMKOT ) maupun dari pihak pengurus kampus Universitas Gunadarma untuk menyikapi masalah kepadatan lalu lintas yang ada di jalan raya akses ui tersebut. seperti pembenahan fasilitas – fasilitas umum. contohnya pembuatan Halte, pelebaran jalan,dan Akses pintu keluar masuk kampus, kenapa saya rasa harus adanya pintu gerbang masuk lain selain pintu gerbang utama di kampus E ??

selama hampir 3 tahun saya kuliah dan mengeyam pendidikan di kampus E Universitas Gunadarma, adalah tidak tersedianya sarana Halte untuk menertibkan para pengguna jasa angkkutan maupun para pemilik angkutan yang menjadi biang permasalahan. kemudian dengan sesuka hati mereka untuk berhenti dan memberentikan anggkutaan sembarangan yang secara tidak langsung membuat kemacetan di jalan raya tersebut didukung pula dengan kondisi jalan raya di depan gedung kampus E tersebut cukup kecil jika saya artikan jalan raya tersebut hanya cukup di lalu 3 mobil saja. mungkin jika dengan adanya pintu keluar, sirkulasi arus kendaraan keluar masuk akan menjadi lebih teratur dan sedikit banyak akan mengurangi tingkat kepadatan arus lalu lintas yang ada di depan gedung E, kampus saya yaitu jalan raya akses ui kelapa dua depok.

Senin, 24 Mei 2010

Media menuliskan info yang salah

Media oh Media

Kau menuliskan info yang salah

Sudah tidak terhitung berapa kali berita – berita yang tidak jelas kebenarannya atau memang tidak terbukti kebenarannya tentang Persija dan Jakmania terekspose baik itu di media cetak maupun media elektronik. Tidak hanya team dan suporternya yang mendapatkan berita – berita tidak benar, pemain Persija pun tidak luput dari pembicaraan.

Tahun ini saja sudah tidak terhitung beberapa kali pemberitaan tentang Persija dan The Jakmania yang tidak sesuai dengan fakta yang ada dilapangan beredar dimedia media. Berita – berita yang ada cenderung melebih – lebihkan dari kejadian sebenarnya terjadi, bahkan yang tidak ada sekalipun dengan bahasa yang sedemikian rupa menjadi ada dan menjadi hangat diperbincangkan di masyarakat umum.

Bisa diambil contohnya berita dari salah satu program TV swasta yang mengambil sisi tidak baik dalam suatu kegiatan, dan acara tersebut sangat sukses untuk mengangkat sisi tidak baik dalam diri The Jakmania, karena syutingya dilakukan disaat pertandingan klasik melawan salah satu klub yang dimana selama ini perseteruan kedua belah pihak supporter memang selalu panas dan sarat emosi.

Padahal kalo bisa lebih fair dalam mengangkat sesuatu tentang Jakmania, tidak melulu keributan, rusuh, anarki dan kegiatan – kegiatan yang merugikan. Kegiatan – kegiatan seperti baksos, sumbangan untuk korban banjir, penyelenggaraan sunatan massal dan donor darah, kegiatan – kegiatan siaran radio dan televisi dalam rangka memperkenalkan Persija dan Jakmania seperti tidak pernah terekspose oleh media, yang terjadi dan beredar serta menjadi image dimasyarakat saat ini The Jak rusuh, bikin macet, ribut – ribut bahkan sempat menjadi headline dibeberapa media yang ada. Hal itu menjadi pembentukan opini karena peranan media yang selama ini cenderung lebih suka mengangkat sisi negatif saja tanpa melihat hal positif yang ada.

Ada sesuatu yang menjadi fenomenal pernah terjadi, bagaimana reporter sebuah stasiun berita swasta nasional dengan hebatnya sudah stand by di lokasi yang kemudian menjadi tempat bentrokan pendukung persija yang kemudian menjadi berita headline news bahkan dijadikan berita breaking news saking lakunya berita tersebut dibandingkan dengan berita – berita lain yang ada.

Berita pemain yang sempat heboh terjadi diawal musim ISL tahun ini bergulir dimana striker Bambang Pamungkas yang diawal musim ini sempat diberitakan ingin bermain di klub lain. Dimana isi dalam berita dalam sebuah media cetak yang beredar mengambil sedikit banyak artikel BP yang diambil dari web pribadi BP (www.bambangpamungkas.com) yang berjudul “Cinta Itu Mengalahkan Segalanya” dan oleh penulis berita itu diganti judulnya menjadi “Bambang Pamungkas Striker Persija Yang Karirnya Mulai Meredup” .

Kekeliruan berita yang terhangat baru terjadi dalam beberapa hari terakhir dimana dalam semua berita media yang ada baik itu media cetak maupun elektronik diberitakan “Pemain Sriwijaya FC melakukan pemukulan terhadap supporter dari Sriwijaya FC sendiri karena tidak terima dengan yel – yel yang dinyanyikan oleh supporter mereka sendiri” namun apa yang terjadi di salah satu stasiun swasta yang memiliki tagline “terdepan mengabarkan” memuat berita yang tidak sesuai dengan fakta yang ada dilapangan dimana isi beritanya “sepak bola Indonesia kembali tercoreng akibat ulah jakmania yang terlibat perkelahian dengan pemain sriwijaya fc.. perkelahian disulut karena ulah jakmania yang bernyanyi mengejek pemain sriwijaya... korban luka2 saat ini masih di rawat di RS” padahal jelas-jelas berita tersebut BOHONG BESAR!! (Zni-JO)

Akankah Persija, The Jakmania, dan Pemain – pemain Persija yang lain akan mendapatkan berita - berita yang kembali merugikan? Biarkan waktu yang menjawab ini semua.

Good News is Good News not Bad News is Good News.

*source; www.jakmania.org

PERSIAPAN DIRI MENJELANG UTS

Persiapan Menjelang UTS

Di setiap kampus pasti ada yang namanya UTS.
UTS merupakan Ujian Tengah Semester yang selalu diadakan pada setiap semester baik itu semester Ganjil ( PTA) atau pun pada semester Genap (ATA).

UTS juga merupakan ajang untuk menilai berapa besar kemampuan kita yang telah dipelajari. Setelah UTS ada juga Ujian lainnya yaitu UAS (Ujian Akhir Semester).

Dari kedua ujian tersebut ada halnya kita harus mempersiapkan diri semaksimal mungkin agar mendapatkan nilai yang sempurna.
Hal - hal yang perlu di persiapkan dalam UTS :

  1. Mempelajari catatan yang ada.
  2. Memahami pelajaran yang akan di UTS kannya dengan benar.
  3. Mengumpulkan foto copy yang ada pada mata kuliah yang bersangkutan karena mungkin ada beberapa materi yang keluar.
  4. Jika dalam belajar janganlah terlalu memaksakan diri, sebab memaksakan diri itu tidak baik malah akan membuat stress pada otak.
  5. Tidur secukupnya dan hindari begadang.
  6. sebelum berangkat untuk menjalankan UTS, alangkah baiknya kita mengecek terlebih dahulu peralatan yang akan dibawanya seperti : Alat tulis, KRS, dsb.
  7. Menjelang UTS berangkat lah lebih pagi kekampus untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan seperti Macet karena berakibat pada terlabat.
  8. dan yang sangat penting yaitu meminta doa restu kepada orang tua serta jangan lupa juga berdoa kepada ALLAH SWT.

Demikianlah persiapan yang harus dilakukan menjelang UTS dan mudah-mudahan mendapatkan nilai yang terbaik. Serta sukses dimasa yang akan datang. Besar kata saya ucapkan terima kasih.

FENOMENA GAYUS & KAITANNYA

GAYUS TUMBUNAN SANG MAKELAR KASUS PAJAK


Gayus Tumbunan merupakan nama yang sudah tidak asing kita dengar karena namanya mencuat setelah Komjen Susno Duadji menyebut ada markus pajak di tubuh Polri.Dia adalah salah satu orang pegawai Direktorat Jenderal Pajak golongan III A yang terlibat dalam mafia kasus penggelapan pajak.

Gayus menjadi sorotan ketika ia diketahui memiliki 25 miliar di rekeningnya. Kehidupanya pegawai kantor Pajak golongan III A itu pun menjadi buruan pers. Sebelum menikah, Gayus pernah tinggal di sebuah rumah di Jl Warakas I Gang 23, Kelurahan Papanggo, Kecamatan Priok, Jakarta Utara.Kasusnya mencuat mengemuka setelah Bareskrim Mabes Polri menemukan aliran dana mencurigakan yang masuk ke rekening terdakwa di Bank Central Asia Bintaro, Kota Tangerang Selatan, sebesar Rp 170 juta pada 21 September 2007 dan Rp 200 juta pada 15 Agustus 2008.

Total uang yang diterima pegawai pajak ini dari PT Megah Citra Jaya Garmindo untuk mengurus pajak perusahaan tersebut sebesar Rp 370 juta. Setelah mentransfer uang itu, terdakwa tidak mengurus apa pun meskipun perusahaan tersebut berkali-kali menghubungi terdakwa dan menanyakan pengurusan pajak dan uang yang ditransfer. Kemudian Pengadilan Negeri Tangerang telah memvonis bebas Gayus Halomoan P Tambunan (30), pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Vonisnya dibacakan hakim kata Kepala Hubungan Masyarakat Pengadilan Negeri Tangerang Arthur Hangewa di Tangerang, Banten .Hukuman itu lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum Nasran Aziz, yakni hukuman satu tahun percobaan satu tahun.Ketua majelis hakim perkara Gayus adalah Muhtadi Asnun yang juga Ketua Pengadilan Negeri Tangerang.

Dua anggota hakim adalah Bambang Widitmoko dan Haran Tarigan.Sidang perkara Gayus digelar sejak 13 Januari. ”Ada sembilan kali persidangan sampai perkara divonis bebas dengan menghadirkan 15 saksi,”.Kemudian kasus itu menghilang bak ditelan bumi namun kecurigaan terhadap kasus Gayus kembali menncuat karena Lambatnya penanganan kasus markus pajak Gayus Tambunan yang menyeret beberapa mantan atasannya disebabkan belum cukup bukti. Kementerian Keuangan saat ini sedang gencar mengumpulkan bukti-bukti.Karena kasus ini melibatkan berbagi pihak sehingga kasus ini sulit untuk diselesaikan.

Bentuk Diagram Proposisi
















Proposisi di kelompokkan menjadi 4, berdasarkan :
1. Bentuk
2. Sifat
3. Kualitas
4. Kuantitas


Kamis, 01 April 2010

Pendidikan di Indonesia

Pendidikan di Indonesia

Pendidikan di indonesia. “Banyaknya penggangguran di indonesia bertitle S1 seolah mengindikasikan bahwa ada kesalahan yang tidak mampu di identifikasi dalam sistem pendidikan”

Pendidikan di indonesia selalu menjadi persoalan yang belum mampu diselesaikan oleh pemerintah. Mulai dari mahalnya biaya pendidikan hingga kualitas pendidikan yang masih dipertanyakan. Data kuantitatif masyarakat yang mengenyam pendidikan tidak berbanding lurus dengan kualitas SDM di indonesia. Artinya, jika dikaitkan dengan kesjahteraan penduduk (tingkat kemiskinan dan penggangguran), peranan pendidikan belum mampu memberikan perubahan positif yang signifikan. Bahkan gelar sarjana pun tidak menjamin bahwa individu tersebut mampu dan siap menjawab tantangan globalisasi termasuk persaingan di dunia kerja.

Sejauh ini, kebijakan-kebijakan yang ada seperti sekolah gratis, pelatihan tenaga pengajar hingga kontroversial penerapan ujian nasional dan kurikulum yang diterapkan menjadi jawaban yang menguap begitu saja. Belum sepenuhnya mampu mengangkat dan memberikan perubahan ke arah yang lebih baik dalam tatanan masyarakat. Dengan kata lain, pendidikan masih bersifat formalitas belaka, belum menyentuh ke arah peningkatan kualitas SDM di indonesia.

Pendapat Saya :

Jika aku boleh jujur, sampai sekarang aku tidak pernah merasakan enaknya berstatus sebagai mahasiswa. Entah siapa yang seharusnya disalahkan dalam hal ini. Diriku ataukah memang instansi tempat aku kuliah yang selama ini senantiasa menggembar-gemboran diri sebagai Perguruan Tinggi Terbaik?

Tanpa bermaksud mencederai nama baik instansi tersebut, tetapi aku harus jujur bahwa belum pernah kurasakan hal yang istimewa dari tempat kuliahku. Jika dibandingkan dengan SMA ku dulu, aku lebih bangga menjadi bagian dari sekolah tersebut ketimbang menjadi bagian dari perguruan tinggi dimana aku menuntut ilmu sekarang ini.

Setidaknya aku menilainya dari sistem pendidikan yang diterapkan. Jika kita berbicara soal sistem maka di dalamnya terdapat individu-individu yang menjalankan dan terikat sistem tersebut. Sistem pendidikan apapun yang digunakan, tentu akan berimbas pada pendidik dan peserta didik, yang dalam hal ini dosen dan mahasiswa.

Sampai saat ini aku mendapati, betapa sedikitnya dosen perguruan tinggi yang menguasai ilmu pendidikan. Ya kalau dosen-dosen FKIP mungkin akan lebih mengerti soal itu. Tetapi bagaimana dengan dosen-dosen fakultas lain yang tak ada sangkut pautnya dengan ilmu pendidikan? Aspek penguasaan terhadap ilmu pendidikan ini acap kali dilupakan. Padahal seorang dosen memiliki tugas untuk mendidik mahasiswanya. Orang yang mendidik tentu harus memahami bagaimana ilmu pendidikan itu.

Seorang dokter, jika ia tak pernah mengenal ilmu kedokteran, maka wajib kita ragukan keahliannya. Begitu juga dengan dosen yang notabene sebagai seorang pendidik. Jika tak paham sama sekali soal ilmu pendidikan, maka untuk apa dia menjadi dosen?

Bisa dihitung dengan jari, jumlah dosen-dosen yang benar-benar bersemangat memberikan materi kuliah dengan berbagai macam gaya dan inovasi. Mereka tidak hanya sekedar memberikan materi kuliah tetapi juga mereka belajar bagaimana cara membuat mahasiswa nyaman dan antusias dalam mempelajari materi tersebut. Sudah menjadi hal yang sepatutnya jika seorang mempelajari bagaimana cara agar mahasiswa juga dapat dengan mudah mencerna materi yang diberikan.

Sebagai mahasiswa fakultas hukum, aku ingin menyoroti persoalan ini dari segi aturan hukum.

Aturan tentang dosen, sebetulnya sudah ada yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009.

Apa itu dosen? Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. (Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen)

Jika di Pendidikan dasar dan menengah, pendidik sering disebut sebagai guru. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. (Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008)

Perbedaan yang paling mendasar antara guru dan dosen ialah pada kewajibannya. Jika guru hanya berkewajiban mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didi, maka dosen memiliki kewajiban selain mendidik, juga harus mampu mentransformasikan ilmu yang dimilikinya untuk penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Sepintas kita lihat kewajiban dosen memang lebih berat ketimbang guru. Maka sudah sepantasnya, menurutku, jika dosen juga memiliki kualifikasi lebih baik dalam hal ilmu pendidikan ketimbang guru.

Tapi cobalah kita jujur pada diri masing-masing, berapa banyak dosen yang datang masuk ruang kuliah hanya mendiktekan buku dan sesekali menjelaskan maksud dari apa yang dia diktekan hanya dengan duduk di kursi dosen. Sama sekali ia tak pernah mengajak mahasiswa untuk berdialog dan saling berpendapat. Berapa banyak mahasiswa yang akhirnya bermain handphone di bangku barisan paling belakang karena merasa bosan dengan ocehan dosen.

Dosen yang tak mampu mengontrol kondisi ruangan dan mahasiswanya adalah dosen yang tak cakap dalam hal pendidikan. Masih jauh lebih baik para trainer-trainer kewirausahaan, daripada dosen-dosen yang seperti itu.

Padahal, amanah yang disebutkan dalam peraturan pemerintah diatas mengharuskan seorang dosen, selain memiliki kualifikasi akademik, juga harus memiliki kualifikasi sebagai seorang pendidik. (Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen)

Maka Perguruan Tinggi Idaman, menurutku, adalah perguruan tinggi yang memiliki dosen-dosen yang benar-benar memiliki kualifikasi akademik dan sebagai pendidik. Dosen yang baik adalah dosen yang tidak hanya menganggap proses perkuliahan itu sebagai sebuah rutinitas yang harus dijalani, tetapi juga perjuangan moral untuk mendidik generasi muda bangsa ini. Paham atau tidaknya mahasiswa akan disiplin ilmu mereka, merupakan tanggung jawab seorang dosen. Jangan salahkan mahasiswa jika sering bolos, karena dosennya sendiri membosankan. Jangan salahkan mahasiswa tak mampu berargumen dengan lancar jika dosennya saja membiasakan mahasiswa hanya sebagai pendengar saja.

Sekali lagi, Perguruan Tinggi Favorit Indonesia bukanlah Perguruan tinggi yang memiliki gedung bagus dan mewah seperti Universitas Islam Indonesia saja, tetapi juga perguruan tinggi itu benar-benar didukung oleh tenaga pendidik, dalam hal ini dosen, yang benar-benar berkualitas baik dari sisi akademik maupun ilmu pendidikan.

Mungkin kita semua masih ingat dengan film Laskar Pelangi. Bagaimana sebuah sekolah kecil yang bangunannya sudah lapuk dimakan usia itu, mampu mendidik siswa-siswanya dengan baik dan menghasilkan peserta didik yang sukses di bidangnya masing-masing.

Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang menjadikan peserta didik sebagai subyek, bukan sebagai obyek. Pendidikan orang dewasa harus lebih diterapkan, dengan tidak menganggap peserta didik sebagai wadah yang terus menerus dituangi air tanpa pernah tau air apa yang dikehendaki oleh wadah tersebut.

Tulisan di atas adalah tulisan yang dibantu oleh teman saya, yang mencoba untuk menuangkan isi keluhannya tentang kondisi pendidikan yang ada di Indonesia ini.

Dan saya bersama teman saya meminta maaf juga ada kata-kata yang menyinggung hati anda yang telah membacanya. Atas perhatiannya saya ucapkan banyak-banyak terima kasih.

MENGAPA HARUS PENTING MOTIVASI ITU

MENGAPA HARUS PENTING MOTIVASI ITU

Pengertian Motivasi

Motivasi adalah dorongan kekuatan mental yang berupa perhatian,

kemauan atau cita-cita. Yang dimaksud motivasi di sini adalah motivasi

belajar yaitu dorongan kekuatan mental yang menggerakkan siswa untuk

melakukan aktivitas belajar akuntansi guna mencapai tujuan belajar yang berupa prestasi belajar.

Sepanjang masa kehidupan, yaitu sejak masa kanak-kanak hingga masa dewasa seseorang selalu punya harapan atau cita-cita. Antara individu yang satu dengan yang lainnya belum tentu mempunyai harapan atau cita-cita yang sama. Misalnya waktu seseorang menginginkan menjadi seorang dokter, tapi setelah dewasa menginginkan menjadi orang yang sukses dan kaya. Salah satu faktor yang berperan dalam mewujudkan cita-cita adalah motif berprestasi atau motivasi berprestasi.

Manfaat Tentang PI Saya

Manfaat Tentang PI Saya

Pada umumnya didalam perkuliahan di Universitas Gunadarma untuk jenjang S1 fakultas ekonomi jurusan manajemen, wajib membuat Penulisan Ilmiah atau yang kita sering sebut dengan singkatan “PI” untuk bias lolos jenjang D3 sebelum berlanjut ke jenjang S1. sebelum melanjut ke dalam dunia kerja. didalam penulisan PI ini saya menuliskan tentang “analisis dalam mengukur tingkat kepuasan konsumen” yang bias bermanfaat untuk saya di masa depan agar mengetahui apa saja yang diinginkan oleh konsumen didalam mengkonsumsi produk. Untuk mencoba memberikan sebuah kelayakan produk yang akan di konsumsi oleh konsumen sebagai penerima pruduk.

Dan adapun manfaat lain selain saya bisa mengerti, saya juga bias tahu keadaan kondisi sebuah perusahaan yang saya teliti dalam keadaan maju maupun mundur. Selain itu perusahaan akan mendapatkan manfaatnya dalam penelitian saya berupa rencana-rencana ke depan agar perusahaan tersebut bisa terus berkembang didalam bidangnya untuk memberikan sebuah kepuasan konsumen dalam melayaninnya maupun didalam memberikan produknya lebih baik lagi, agar konsumen akan tetap terus mengkonsumsinya.

Berbagai cara kepuasan pelanggan dapat diukur dengan cara

sebagai berikut:
a. Traditional Approach, berdasarkan pendekatan ini pelanggan diminta memberikan penilaian atas masing-masing indikator produk atau jasa yang mereka nikmati yaitu dengan cara memberikan rating dari 1 (sangat tidak puas) sampai 5 (sangat puas), selanjutnya dihitung nilai rata-rata tiap variable dan dibandingkan dengan nilai secara keseluruhan.


b. Analisis Secara deskriptif, seringkali penilaian kepuasan pelanggan tidak hanya berhenti sampai diketahui puas atau tidak puas, yaitu dengan menggunakan analisis statistic secara deskriptif, misalnya melalui penghitungan nilai rata-rata, nilai distribusi, serta standar devisiasi.

Subjek Dan Predikat Didalam Bahasa Indonesia

Subjek Dan Predikat Didalam Bahasa Indonesia

Proses globalisasi merupakan fenomena yang paling menyita perhatian dan menimbulkan efek yang besar dalam kurun waktu terakhir ini. Memasuki millenium ketiga, masyarakat di berbagai belahan dunia dihadapkan pada satu persoalan yang seragam yang memiliki keterkaitan besar dengan struktur ekonomi, struktur kekuasaan, dan struktur kebudayaan. Proses perubahan yang mengerucut kepada globalisasi inilah yang disebut Alvin Toffler sebagai gelombang ketiga, pasca agrikultur (gelombang pertama) dan industrialialisasi (gelombang kedua). Perubahan ini mengakibatkan pergeseran fokus ekonomi dan kekuasaan yang pengaruhnya didominasi oleh tanah, kemudian bergeser kepada kapital, dan selanjutnya mengarah kepada penguasaan terhadap informasi dan komunikasi.

Rabu, 10 Maret 2010

Apa yang dimaksud dengan Demokrasi itu?

Apa yang dimaksud dengan Demokrasi itu?

· Sejarah Demokrasi.

Kata demokrasi berasal dari bahsa Yunani, demos berarti rakyat, dan cratos, cratia atau kratein berarti pemerintahan. Demokrasi berarti pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Demokrasi mendasarkan pada keyakinan bahwa semua manusia adalah anggota masyarakat yang bebas dan berhak sama. Demokrasi bersandar pada hak sama setiap anggota masyarakat yang dewasa untuk memilih anggota-anggota palemen, yang merupakan badan perwakilan segala partai dengan pendapatnya masing-masing di bidang politik, agama, social, budaya, pertahanan, dan keamanan, seperti dalam UUD. Hakikat demokrasi adalah menghormati dan menghargai pendapat golongan minoritas.

· Pembicaraannya

Demokrasi yaitu bentuk atau mekanisme sistem pemerintah suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatife)untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.

Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).

Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).

Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.

Demikian pula tulisan yang saya buat ini semata-mata hanya untuk melengkapi ataupun menyelesaian tugas-tugas perkuliahan yang diberikan kepada saya ini. Bila ada kata-kata yang salah mohon untuk di maklumin. Atas perhatiannya saya mengucapkan banyak-banyak terima kasih.

Klik di sini untuk membatalkan balasan.

Selasa, 09 Maret 2010

Pengertian Penalaran Dan Cara Penalaran yang baik di dalam Penulisan ilmiah

Pengertian Penalaran

Dan

Cara Penalaran yang baik di dalam Penulisan ilmiah

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.


Metode dalam menalar

Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif. :

1. Induktif

2. Deduktif

Metote induktif

  • Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.
  • Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti.
  • Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.


Metode deduktif


Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.

Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
Bagian ini membutuhkan pengembangan



Konsep dan simbol dalam penalaran
Penalaran juga merupakan aktifitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.

Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.


Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran

Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.

  • Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
  • Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.


PENALARAN DI DALAM PENULISAN ILMIAH

Bahasa adalah alat komunikasi lingual manusia, baik secara lisan maupun tertulis atau symbol/lambang yang dihasilkan dari ujaran manusia dalam rangka menjalankan fungsi bahasa. dalam fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari-yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status bahasa tidak dapat ditinggalkan.Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, Fungsi bahasa tersebut dibagi menjadi 5 (lima) :

  1. Sebagai alat komunikasi,
  2. Sebagai alat ekpresi diri,
  3. Sebagai alat Kontrol social dan integrasi,
  4. Sebagai alat adaptasi, dan
  5. Sebagai alat berpikir.

Dalam berbagai tulisan ilmiah, bahasa sering diartikan sebagai tulisan yang mengungkapkan buah pikiran sebagai hasil dari pengamatan, tinjauan, penelitian yang seksama dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu, menurut metode tertentu, dengan sistematika penulisan tertentu, serta isi, fakta dan kebenarannya dapat dibuktikan dan dapat dipertanggungjawabkan. Bentuk-bentuk karangan ilmiah identik dengan jenis karangan ilmiah, yaitu makalah, laporan praktik kerja, kertas kerja, skripsi, tesis dan disertasi.

Ragam bahasa karya tulis ilmiah atau akademik hendaknya mengikuti ragam bahasa yang penuturnya adalah terpelajar dalam bidang ilmu tertentu. Ragam bahasa ini mengikuti kaidah bahasa baku untuk menghindari ambiguitas makna karena karya tulis ilmiah tidak terikat oleh waktu. Dengan demikian, ragam bahasa karya tulis ilmiah sedapat-dapatnya tidak mengandung bahasa yang sifatnya kontekstual seperti ragam bahasa jurnalistik. Tujuannya adalah agar karya tersebut dapat dipahami oleh pembaca yang tidak berada dalam situasi atau konteks saat karya tersebut diterbitkan.

Masalah ilmiah biasanya menyangkut hal yang bersifat abstrak atau konseptual yang sulit dicari analoginya dengan keadaan nyata. Untuk mengungkapkan hal semacam itu, diperlukan struktur bahasa dan kosakata yang canggih.

Ciri-ciri bahasa keilmuan adalah kemampuaannya untuk membedakan gagasan atau pengertian yang memang berbeda dan strukturnya yang baku dan cermat. Dengan karakteristik ini, suatu gagasan dapat terungkap dengan cermat tanpa kesalahan makna bagi penerimanya.

Ciri ragam bahasa tulis :

  • Kosa kata yang digunakan dipilih secara cermat,
  • Pembentukan kata dilakukan secara sempurna,
  • Kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap dan,
  • Paragraf dikembangkan secara lengkap dan terpadu.

Sifat ragam bahasa tulis :

  • Cendekia

Bahasa yang cendekia mampu membentuk pernyataan yang tepat dan seksama, sehingga gagasan yang disampaikan penulis dapat diterima secara tepat oleh pembaca.

  • Lugas

Paparan bahasa yang lugas akan menghindari kesalah-pahaman dan kesalahan menafsirkan isi kalimat dapat dihindarkan. Penulisan yang bernada sastra yang perlu dihindari.

  • Jelas

Gagasan akan lebih mudah dipahami apabila dituangkan dalam bahasa yang jelas. Hubungan antara gagasan yang satu dengan gagasan yang lainnya juga harus jelas. Kalimat yang tidak jelas, umumnya akan muncul pada kalimat yang sangat panjang.

  • Formal

Bahasa yang digunakan dalam komunikasi ilmiah bersifat formal. Tingkat keformalan bahasa dalam tulisan ilmiah dapat dilihat pada lapis kosakata, bentukan kata dan kalimat.

  • Obyektif

Sifat obyektif tidak cukup dengan hanya menempatkan gagasan sebagai pangkal tolak, tetapi juga diwujudkan dalam penggunaan kata.

  • Konsisten

Unsur bahasa, tanda baca dan istilah, sekali digunakan sesuai dengan kaidah maka untuk selanjutnya digunakan secara konsisten.

  • Bertolak dari Gagasan

Bahasa ilmiah digunakan dengan orientasi gagasan. Pilihan kalimat yang lebih cocok adalah kalimat pasif, sehingga kalimat aktif dengan penulis sebagai pelaku perlu dihindari.

  • Ringkas dan Padat

Ciri padat menujuk pada kandungan gagasan yang diungkapkan dengan unsur-unsur bahasa. Karena itu, jika gagasan yang terungkap sudah memadai dengan unsur bahasa yang terbatas tanpa pemborosan, ciri kepadatan sudah terpenuhi.

Referensi :

Penulisan saya di atas ini tentang “PENALARAN”, saya ambil dari berbagi sumber-sumber yang menjelaskan tentang penalaran yang baik dan benar di dalam pembuatan penulisan. Dan apabila di dalam penulisan saya ini ada kata-kata yang salah mohon di maklumin. Demikian penulisan saya ini saya ucapkan terima kasih.

Minggu, 07 Maret 2010

Biografi dan cerita pendek tentang saya

Biografi dan cerita pendek

tentang saya

Nama saya Dendy Mitapripayogi seorang mahasiswa Universitas Gunadarma, saya lulusan SMA.N 93 Jakarta. Saya lulus SMA pada tahun 2007. dan saya lahir di Jakarta pada tanggal 2-desember-1988. selain saya berkuliah saya juga menjalankan bisnis Limit Order dalam bentuk penjualan Produk-Produk dalam negri, dan adapun pemasaran Cetring Ibu saya sendiri. Saya melakukan ini karena semata-mata saya ingin hidup yang mandiri, hidup yang tidak merepotkan orang tua saya lagi, dank arena itu saya ingin membantu perekonomian keluarga saya yang lebih baik lagi. Saya masih bertempat tinggal bersama orang tua saya di Komplek PASPAMPRES jl.Murai III nomor 11 Rt 008 / Rw.06 kel.Tengah kec.Kramat jati Jakarta Timur.

saya terlahir dari keluarga TNI bahagia dan sederhana, saya adalah anak putra ke-2 dari tiga bersaudara. Saya mempunyai kakak yang bernama Poni Gunawan seorang karyawan PT.PLN dan sekarang kakak saya sudah mempunyai istri yang bernama Dessy. Mereka hidup berbahagia di kediamannya sendiri. Lalu saya juga mempunyai adik yang bernama Merinal Prihartana, adik saya ini masih duduk di bangku sekolah SMA.N 93 kelas 3 yang sebentar lagi insa allah akan lulus.

Orang tua saya adalah Bapak Asep Supriatna, bapak saya ini lahir di tanah sunda yang tepatnya di kota Majalengka Jawa Barat. bapak saya ini adalah orang tua yang sangat hebat karena ia sangat bersemangat dalam mensejahterakan keluarganya dalam bentuk apapun. Bapak saya juga seorang TNI-AL yang mempunyai sifat disiplin dalam waktu dan istrinya adalah Ibu Sri Sugiatmi, ia adalah sosok wanita yang tangguh dalam membantuk untuk memsejahterahkan keluarganya. Ia adalah ibu rumah tangga yang kreatif dalam membuat Cetring makanan apapun saja.

Kami semua sekarang hidup bahagia walaupun dalam perekonomian pas-pasan. Menurut saya kebahagiaan bukan hanya di lihat dari harta saja, tetapi kebahagiaan yang sangat menarik adalah jika kebahagiaan itu bias tertuang ataupun berbagi dengan yang lain maka kebahagiaan itu sangatlah baik. Kami selalu kumpul-kumpul di sebuah rumah yang berlantai dua, disaat itu kebahagiaan yang tak ternilai dating. Kami becanda-canda, kami juga saling memberikan sport satu dengan yang lain untuk menuju masa depan yang lebih baik lagi.

Adapun cerita yang lebih banyak lagi dalam kehidupan keluarga saya ini. Dan demikian cerita pendek saya bersama keluarga saya. Jika di dalam penulisan ada kata-kata yang salah mohon di maafkan. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.