Kamis, 01 April 2010

Pendidikan di Indonesia

Pendidikan di Indonesia

Pendidikan di indonesia. “Banyaknya penggangguran di indonesia bertitle S1 seolah mengindikasikan bahwa ada kesalahan yang tidak mampu di identifikasi dalam sistem pendidikan”

Pendidikan di indonesia selalu menjadi persoalan yang belum mampu diselesaikan oleh pemerintah. Mulai dari mahalnya biaya pendidikan hingga kualitas pendidikan yang masih dipertanyakan. Data kuantitatif masyarakat yang mengenyam pendidikan tidak berbanding lurus dengan kualitas SDM di indonesia. Artinya, jika dikaitkan dengan kesjahteraan penduduk (tingkat kemiskinan dan penggangguran), peranan pendidikan belum mampu memberikan perubahan positif yang signifikan. Bahkan gelar sarjana pun tidak menjamin bahwa individu tersebut mampu dan siap menjawab tantangan globalisasi termasuk persaingan di dunia kerja.

Sejauh ini, kebijakan-kebijakan yang ada seperti sekolah gratis, pelatihan tenaga pengajar hingga kontroversial penerapan ujian nasional dan kurikulum yang diterapkan menjadi jawaban yang menguap begitu saja. Belum sepenuhnya mampu mengangkat dan memberikan perubahan ke arah yang lebih baik dalam tatanan masyarakat. Dengan kata lain, pendidikan masih bersifat formalitas belaka, belum menyentuh ke arah peningkatan kualitas SDM di indonesia.

Pendapat Saya :

Jika aku boleh jujur, sampai sekarang aku tidak pernah merasakan enaknya berstatus sebagai mahasiswa. Entah siapa yang seharusnya disalahkan dalam hal ini. Diriku ataukah memang instansi tempat aku kuliah yang selama ini senantiasa menggembar-gemboran diri sebagai Perguruan Tinggi Terbaik?

Tanpa bermaksud mencederai nama baik instansi tersebut, tetapi aku harus jujur bahwa belum pernah kurasakan hal yang istimewa dari tempat kuliahku. Jika dibandingkan dengan SMA ku dulu, aku lebih bangga menjadi bagian dari sekolah tersebut ketimbang menjadi bagian dari perguruan tinggi dimana aku menuntut ilmu sekarang ini.

Setidaknya aku menilainya dari sistem pendidikan yang diterapkan. Jika kita berbicara soal sistem maka di dalamnya terdapat individu-individu yang menjalankan dan terikat sistem tersebut. Sistem pendidikan apapun yang digunakan, tentu akan berimbas pada pendidik dan peserta didik, yang dalam hal ini dosen dan mahasiswa.

Sampai saat ini aku mendapati, betapa sedikitnya dosen perguruan tinggi yang menguasai ilmu pendidikan. Ya kalau dosen-dosen FKIP mungkin akan lebih mengerti soal itu. Tetapi bagaimana dengan dosen-dosen fakultas lain yang tak ada sangkut pautnya dengan ilmu pendidikan? Aspek penguasaan terhadap ilmu pendidikan ini acap kali dilupakan. Padahal seorang dosen memiliki tugas untuk mendidik mahasiswanya. Orang yang mendidik tentu harus memahami bagaimana ilmu pendidikan itu.

Seorang dokter, jika ia tak pernah mengenal ilmu kedokteran, maka wajib kita ragukan keahliannya. Begitu juga dengan dosen yang notabene sebagai seorang pendidik. Jika tak paham sama sekali soal ilmu pendidikan, maka untuk apa dia menjadi dosen?

Bisa dihitung dengan jari, jumlah dosen-dosen yang benar-benar bersemangat memberikan materi kuliah dengan berbagai macam gaya dan inovasi. Mereka tidak hanya sekedar memberikan materi kuliah tetapi juga mereka belajar bagaimana cara membuat mahasiswa nyaman dan antusias dalam mempelajari materi tersebut. Sudah menjadi hal yang sepatutnya jika seorang mempelajari bagaimana cara agar mahasiswa juga dapat dengan mudah mencerna materi yang diberikan.

Sebagai mahasiswa fakultas hukum, aku ingin menyoroti persoalan ini dari segi aturan hukum.

Aturan tentang dosen, sebetulnya sudah ada yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009.

Apa itu dosen? Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. (Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen)

Jika di Pendidikan dasar dan menengah, pendidik sering disebut sebagai guru. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. (Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008)

Perbedaan yang paling mendasar antara guru dan dosen ialah pada kewajibannya. Jika guru hanya berkewajiban mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didi, maka dosen memiliki kewajiban selain mendidik, juga harus mampu mentransformasikan ilmu yang dimilikinya untuk penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Sepintas kita lihat kewajiban dosen memang lebih berat ketimbang guru. Maka sudah sepantasnya, menurutku, jika dosen juga memiliki kualifikasi lebih baik dalam hal ilmu pendidikan ketimbang guru.

Tapi cobalah kita jujur pada diri masing-masing, berapa banyak dosen yang datang masuk ruang kuliah hanya mendiktekan buku dan sesekali menjelaskan maksud dari apa yang dia diktekan hanya dengan duduk di kursi dosen. Sama sekali ia tak pernah mengajak mahasiswa untuk berdialog dan saling berpendapat. Berapa banyak mahasiswa yang akhirnya bermain handphone di bangku barisan paling belakang karena merasa bosan dengan ocehan dosen.

Dosen yang tak mampu mengontrol kondisi ruangan dan mahasiswanya adalah dosen yang tak cakap dalam hal pendidikan. Masih jauh lebih baik para trainer-trainer kewirausahaan, daripada dosen-dosen yang seperti itu.

Padahal, amanah yang disebutkan dalam peraturan pemerintah diatas mengharuskan seorang dosen, selain memiliki kualifikasi akademik, juga harus memiliki kualifikasi sebagai seorang pendidik. (Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen)

Maka Perguruan Tinggi Idaman, menurutku, adalah perguruan tinggi yang memiliki dosen-dosen yang benar-benar memiliki kualifikasi akademik dan sebagai pendidik. Dosen yang baik adalah dosen yang tidak hanya menganggap proses perkuliahan itu sebagai sebuah rutinitas yang harus dijalani, tetapi juga perjuangan moral untuk mendidik generasi muda bangsa ini. Paham atau tidaknya mahasiswa akan disiplin ilmu mereka, merupakan tanggung jawab seorang dosen. Jangan salahkan mahasiswa jika sering bolos, karena dosennya sendiri membosankan. Jangan salahkan mahasiswa tak mampu berargumen dengan lancar jika dosennya saja membiasakan mahasiswa hanya sebagai pendengar saja.

Sekali lagi, Perguruan Tinggi Favorit Indonesia bukanlah Perguruan tinggi yang memiliki gedung bagus dan mewah seperti Universitas Islam Indonesia saja, tetapi juga perguruan tinggi itu benar-benar didukung oleh tenaga pendidik, dalam hal ini dosen, yang benar-benar berkualitas baik dari sisi akademik maupun ilmu pendidikan.

Mungkin kita semua masih ingat dengan film Laskar Pelangi. Bagaimana sebuah sekolah kecil yang bangunannya sudah lapuk dimakan usia itu, mampu mendidik siswa-siswanya dengan baik dan menghasilkan peserta didik yang sukses di bidangnya masing-masing.

Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang menjadikan peserta didik sebagai subyek, bukan sebagai obyek. Pendidikan orang dewasa harus lebih diterapkan, dengan tidak menganggap peserta didik sebagai wadah yang terus menerus dituangi air tanpa pernah tau air apa yang dikehendaki oleh wadah tersebut.

Tulisan di atas adalah tulisan yang dibantu oleh teman saya, yang mencoba untuk menuangkan isi keluhannya tentang kondisi pendidikan yang ada di Indonesia ini.

Dan saya bersama teman saya meminta maaf juga ada kata-kata yang menyinggung hati anda yang telah membacanya. Atas perhatiannya saya ucapkan banyak-banyak terima kasih.

MENGAPA HARUS PENTING MOTIVASI ITU

MENGAPA HARUS PENTING MOTIVASI ITU

Pengertian Motivasi

Motivasi adalah dorongan kekuatan mental yang berupa perhatian,

kemauan atau cita-cita. Yang dimaksud motivasi di sini adalah motivasi

belajar yaitu dorongan kekuatan mental yang menggerakkan siswa untuk

melakukan aktivitas belajar akuntansi guna mencapai tujuan belajar yang berupa prestasi belajar.

Sepanjang masa kehidupan, yaitu sejak masa kanak-kanak hingga masa dewasa seseorang selalu punya harapan atau cita-cita. Antara individu yang satu dengan yang lainnya belum tentu mempunyai harapan atau cita-cita yang sama. Misalnya waktu seseorang menginginkan menjadi seorang dokter, tapi setelah dewasa menginginkan menjadi orang yang sukses dan kaya. Salah satu faktor yang berperan dalam mewujudkan cita-cita adalah motif berprestasi atau motivasi berprestasi.

Manfaat Tentang PI Saya

Manfaat Tentang PI Saya

Pada umumnya didalam perkuliahan di Universitas Gunadarma untuk jenjang S1 fakultas ekonomi jurusan manajemen, wajib membuat Penulisan Ilmiah atau yang kita sering sebut dengan singkatan “PI” untuk bias lolos jenjang D3 sebelum berlanjut ke jenjang S1. sebelum melanjut ke dalam dunia kerja. didalam penulisan PI ini saya menuliskan tentang “analisis dalam mengukur tingkat kepuasan konsumen” yang bias bermanfaat untuk saya di masa depan agar mengetahui apa saja yang diinginkan oleh konsumen didalam mengkonsumsi produk. Untuk mencoba memberikan sebuah kelayakan produk yang akan di konsumsi oleh konsumen sebagai penerima pruduk.

Dan adapun manfaat lain selain saya bisa mengerti, saya juga bias tahu keadaan kondisi sebuah perusahaan yang saya teliti dalam keadaan maju maupun mundur. Selain itu perusahaan akan mendapatkan manfaatnya dalam penelitian saya berupa rencana-rencana ke depan agar perusahaan tersebut bisa terus berkembang didalam bidangnya untuk memberikan sebuah kepuasan konsumen dalam melayaninnya maupun didalam memberikan produknya lebih baik lagi, agar konsumen akan tetap terus mengkonsumsinya.

Berbagai cara kepuasan pelanggan dapat diukur dengan cara

sebagai berikut:
a. Traditional Approach, berdasarkan pendekatan ini pelanggan diminta memberikan penilaian atas masing-masing indikator produk atau jasa yang mereka nikmati yaitu dengan cara memberikan rating dari 1 (sangat tidak puas) sampai 5 (sangat puas), selanjutnya dihitung nilai rata-rata tiap variable dan dibandingkan dengan nilai secara keseluruhan.


b. Analisis Secara deskriptif, seringkali penilaian kepuasan pelanggan tidak hanya berhenti sampai diketahui puas atau tidak puas, yaitu dengan menggunakan analisis statistic secara deskriptif, misalnya melalui penghitungan nilai rata-rata, nilai distribusi, serta standar devisiasi.

Subjek Dan Predikat Didalam Bahasa Indonesia

Subjek Dan Predikat Didalam Bahasa Indonesia

Proses globalisasi merupakan fenomena yang paling menyita perhatian dan menimbulkan efek yang besar dalam kurun waktu terakhir ini. Memasuki millenium ketiga, masyarakat di berbagai belahan dunia dihadapkan pada satu persoalan yang seragam yang memiliki keterkaitan besar dengan struktur ekonomi, struktur kekuasaan, dan struktur kebudayaan. Proses perubahan yang mengerucut kepada globalisasi inilah yang disebut Alvin Toffler sebagai gelombang ketiga, pasca agrikultur (gelombang pertama) dan industrialialisasi (gelombang kedua). Perubahan ini mengakibatkan pergeseran fokus ekonomi dan kekuasaan yang pengaruhnya didominasi oleh tanah, kemudian bergeser kepada kapital, dan selanjutnya mengarah kepada penguasaan terhadap informasi dan komunikasi.